Baralek?
Tahun
baru, bagi seperempat orang merupakan ajang untuk berpesta dengan berprinsipkan
“gak ada gue gak rami”. Bagi seperempat lain merupakan ajang nembak gebetan
dengan berprinsipkan “tanggal cantik dan hemat, iya gak perlu repot nyediain
kembang api sendiri”. Bagi seperempat lainnya lagi merupakan ajang putus pacar
dimana berprinsipkan “tahun silih berganti dan pacar juga harus… Tapi bagi gue, malam tahun baru adalah ajang
dimana malam itu merupakan malam terpulas tidur gue selama liburan. Namun, kali
ini gue gak ceritain tentang tahun baru atau apalah itu karena yah…gue masih
setia sama yang ketemu tahun... seharusnya ini udah gue tempel di blog awal
tahun, namun…
Kali
ini gue mau cerita tentang acara yang di sebut hajatan atau kondangan atau di
daerah gue lebih dikenal dengan sebutan “baralek”. Gue bakal ceritain sepiring
pengalaman tentang baralek ini.
Ini
merupakan momen dimana uang 2000 rupiah save my soft skin. Dahulu kala, saat
gue masih belum sunat. Orang tua diundang baralek ke daerah dimana aspal
merupakan hal yang tabu untuk dibicarakan. Bagi mereka penderita rematik pada
pantat, mungkin di sana tempat yang ampuh untuk pengobatan. Berhubung gue bukan
penderita, orang tua ninggalin gue di rumah sendiri. Ngedadahin beliau dengan
tangisan buaya sambil megang duit 2000 rupiah yang dikasihin ke gue. Selang
beberapa detik gue udah nyampe di "kadai" (baca : supermarket ukuran
3x4 m). uangnya gue beliin biskuat seharga 1500 yang waktu itu lagi booming di
desa gue, selebihnya gue beli es batang berisi kacang hijau. mungkin bubur
kacang hijau kemaren sore yang gak terjual terus dimasukkan ke dalam plastic
dan kulkas terus dijual ke gue. Ternyata, orang tua dapat kecelakaan di sana.
Mereka nabrak anjing. Ada beberapa lecet di badan beliau. Tangisan buaya tadi
pun berubah menjadi tangisan histeris. Namun kembali lagi menjadi tangisan
buaya setelah uang 2000 ribu mendarat di tangan gue ( lagi ).
Setelah
itu orang tua gak pernah lagi ngajak gue pergi baralek. Berkisaran smp dimana
gue udah punya temen, mereka ngundang gue buat datang ke rumah mereka karena
ada anggota keluarga yang baralek. Seketika optimism akan sambal yang enak mengasapi
perut gue. Dengan gagah gempita gue datang ke sana. Sewaktu datang ke baralek
kenalan orang tua, kita ngambil nasi hanya seperempat piring, nah waktu di
rumah temen gue itu, nambah malahan. Gak punya malu apa gak punya…terserah.
Saat
Sma, saat benang sunat gue udah ilang, orang tua dapat undangan baralek ke
rumah Bupati. Di sana , yang jadi perhatian gue bukan siapa pengantennya, tapi
antrean ngambil nasi sama antrean buat foto dengan bupati, bukan dengan
pengantennya. Berhubung gue ber-kharisma di alam gue, makan di sini aja udah
cukup buat gue dan gak ikut foto-fotoan. Gue ikutin sesosok perempuan yang
masuk dalam ruang VIP, ya ibu gue sendiri. Di ruangan itu, kita di layani dari
memasukkan makanan sampai mengeluarkan makanan. Di dalam sana, gue gak ngeliat sandal
jepit, rambut berantakan karena terbangan angin saat bawa motor, dan mungkin
gue satu-satunya remaja saat di ruangan itu. Ada sebuah makanan yang bikin gue
linglung. Entah ini minuman apa makanan. Letaknya di dalam gelas namun gak ada unsure
air sedikitpun. Mungkin ibaratkan pacaran tapi gak pernah komunikasi ( loh? ). Bingung,
antara bangga dan kecewa. Bangga karena bisa masuk VIP dan kecewa karena gak
ada cewek yang bisa di godain. Berhubung lelaki itu mata keranjang dan wanita
itu telinga bercabang.
....
BalasHapuskeyboardnya rusak mbak?
BalasHapusLebih keren yg mancing belut Prof
BalasHapusmudah2an bisa ditingkatkan lagi yah aka ;D
BalasHapus