Kesel Pala Barbie

Malam ini terasa begitu menegangkan, padahal ini bukan malam jumat (?). Gue juga bukan anak SMA yang gagal SNM kemudian mencoba peruntungan di SBM, karena segagalnya gue, gue tetap anak Ayah dan Ibu. Apalagi ga bawa uang saat udah ngisi full bensin, pertamax lagi. Mungkin karena kamu mendoakanku, “ya Tuhan, jauhkanlah Alfi dari hidup saya. Dia telah mengganggu hidup saya, Tuhan”. Itu adalah salah satu opini negative yang harus dihilangkan dari benak anda. Tetapi karena yang nulis gue, berarti itu berada dalam benak gue yang harus dihilangkan. Namun, kalau dihilangkan. Gue nulis apa?

Maafkan buat yang menunggu munculnya postingan terbaru dari blog gue karena memang gue kuliah, belum memberi nafkah ke kamu yang nanti bakal berada satu rumah. Kali ini, gue bakal cerita. So, check is out

Untuk apa seatap, bila kita tak saling menatap? Artinya luas. Bisa dalam artian tersurat maupun tersirat. Kalau memang tidak satu kamar? Kalau memang tidak satu lantai? Kalau memang ga punya mata? Bagaimana bisa? Itu tersuratnya. Emang ga ada kop, stempel dan materai (?). Tersiratnya? Sayangnya kali ini gue bukan mau ceritain ini

Gue mau nanya. Jadi gue minta tolong buat beliin token listrik. Bukan. Sekarang, sosmed yang paling hits apa? Path? Oke, gue bahas sosmed yang satu ini ya. “Udah check-in belum? Kalau belum biar gue aja”, “Eh, gue ga usah di tag. Tadi ga ijin orang tua”, “Gue jomblo”. Nah, yang terakhir itu nasib. Ga ada hubungan sama sekali dengan Path dan ga ada alasan buat menjadi kambing hitamkan Path.

Belum lama ini, gue “nyasar” ke forum dimana Check-in di Path merupakan suatu kebanggaan. Kenapa orang tidak menceritakan apa yang mereka nikmati? Tempatnya bagus? Bukan, bukan itu yang menjadi focus dari pembicaraan mereka. “gue kemaren check-in di café ini, restaurant ini. Hotel ini.”. kecuali mereka check in di café ini dengan menceritakan keindahan tatanan ruang, bahannya, konstruksinya, desainnya. Itu baru merupakan suatu kebanggaan. Karena mereka menikmati ruang yang dihidangkan café. Entahlah, inti dari paragraph ini apa. Gue bingung, apalagi yang baca

Udah pernah naik Taxi bandara? Gue ga rasis, karena memang setiap orang layak jadi pengantar atau penjemput keberangkatan pesawat. Kesel ga sih sama Taxi yang mahal? Gue sih engga, kalau emang taxinya bagus dan sesuai dengan jarak yang kita tempuh. Tarifnya engga ngasal. Jauh deket 100 ribu, apaan coba. Gue kan asal Solok yang lahir di Bukittinggi kemudian kecil di Kototinggi lalu tumbuh kanak-kanan di Guguak dan tumbuh remaja di Payakumbuh serta tumbuh dewasa di Malang. Intinya, gue dari Padang. Coba gitu kalau naik Taxi, supirnya ga Cuma nanya, “mau kemana mas?”. Pengen gitu dari lubuk hati gue yang paling dangkal supirnya nanya, “asal mana mas?”, “Sumatera Barat”. Kemudian supirnya memutarkan lagu Minang. Kan kece. Baru tiba di kota perantauan kemudian diputarkan lagu Minang, jadi pengen pulang kampung lagi lah. Kan kampret. Itu pemikiran cewek yang semuanya menjadi serba salah. Kenapa gue bisa terfikirkan hal semacam itu? Apa gue seorang…

Solok, tempat asal gue. Sebenernya tempat asal ibu. Berhubungan menggunakan system Matrilineal, garis keturunan ibu, jadi secara otomatis tanpa gue sadari tanpa gue inginkan hal itu mutlak turun ke gue. Hal yang gue inget dari Solok adalah berasnya. Begitu lembut selembut sutra. Ga perlu lauk untuk makan dan kita sudah menikmati apa yang namanya “makan”. Orang dulu ga salah karena menciptakan lagu “Bareh Solok”. Liriknya gini, “Bareh Solok….”. Gue lupa.

Bukitinggi, tempat gue lahir. Padahal ibu merasakan gue mau keluar sudah dari kototinggi. Secara matematis, jarak Kototinggi dengan Bukitinggi lebih kurang 70 km. entahlah, buat lahir aja ibu menahan sakit sepanjang jalan. Atau gue sengaja, milih lahir di Bukittinggi karena memang Bukittinggi lebih terkenal dari pada Kototinggi, jadi kalau seandainya check-in, ga susah nyari alamatnya. Sampai di Bukittinggi, gue ga langsung keluar dengan sendirinya, katanya kepala gue besar. Ayah sudah menandatangani surat untuk melakukan operasi. Setelah semua peralatan selesai, barulah gue keluar dengan sendirinya. Dari lahir aja, gue sudah PHP, ya

Guguak, tempat gue kanak-kanak. Katanya biar deket keluarga Ayah. Namun, sebenernya karena memang dapat tanah di sana. Yang gue inget dari Guguak adalah…banyak. Banyak lupanya. Gue TK dan SD di sana. Gue TK dua kali. Mulai di umur 4 tahun. Alasannya ga ada yang jagain gue di rumah, padahal gue kan anak laki. Kemudian dititipin ke rumah dunsanak ( keluarga ) ayah. Eh, taunya pulang dari sana omongan gue jadi ada Bahasa kasarnya. Berhubung ibu guru dan gamau anaknya berkata aneh-aneh, sekolah adalah pilihan utama. TK pertama gue inget satu cewek. Momentnya yang gue inget adalah manjet. Bukan, bukan saling manjet-manjetan (?). Panjet pohon. Yang manjet dia yang pohonnya gue. Bukan. Dia manjet pohon yang ada di sekolah sedangkan gue nunggu di bawah. Bukan karena gue takut ketinggian tapi karena gue bakal nangkep dia kalau jatuh. Dari kecil aja, udah pinter modus, ya. Sayangnya dia ga jatuh dan sinetron gue saat itu, gagal total. Sekarang, gue udah ga pernah ngomong lagi sama orangnya dan mungkin bertegur sapa pun tidak. Inget wajahnya pun, gue ragu. Kalimat yang terakhir itu Cuma alesan biar gue ga keliatan murahan. Satu hal lagi yang gue inget dari dia adalah baunya. Masih terekam oleh memori gue. TK kedua gue juga inget satu cewek. Moment yang gue inget adalah pulang sekolah, jalan berdua di bawah terowongan yang diciptakan oleh tumbuhan. Saling berpegangan, bukan berpegangan tangan. Pegang tas dia berdua, padahal ga berat. Pinter ya dia, memanfaatkan gue. Kemudian ke rumahnya main boneka-bonekaan, di kamarnya. Sekarang gue udah jarang ketemu dia, kalau ketemu Cuma berpapasan dan saling senyum. Coba dunia ini dibalik. Waktu TK gue Cuma saling sapa dan senyum, namun saat udah dewasa gini main boneka-bonekaan, di kamarnya.   Dari kecil aja, udah kegatelan, ya.

Payakumbuh, tempat gue remaja. Pacar pertama. Kenapa gue bukan bilang cinta pertama? Karena cinta pertama gue adalah… Benar. Jadian saat kelas VIII. Namun, gue nembaknya dua kali. Yang pertama saat pelajaran Bahasa Indonesia atau lebih tepatnya saat drama. Nah, yang nulis skript drama itu dia. Engga tau itu sebuah kebetulan atau gimana. Gue lupa saat itu diterima apa engga. Tapi yang jelas, saat nembak kedua gue sudah pasti diterima. Disaksikan oleh ribuan Jemaah masjid, bukan. Disaksikan teman sekelas dan beberapa teman kelas lainnya karena berhubung gue ga tau kenapa nembak dia di tempat jalanan utama sekolah. Kemudian jadian. Ga pernah jalan. Nganterin pulang Cuma dua kali. Cupu banget gue, memang. Kemudian tiap bulan dia ngirim angka di dinding Facebook gue. Gue kira itu iseng-iseng doang ataupun dia lagi belajar berhitung di dinding Facebook gue. Ternyata dia mengirimkan itu tepat di tanggal anniversary. Putus di kelas IX karena orang ketiga. Namun, orang ketiganya cowok dan itu ada di pihak gue. Kemudian jadian lagi dengan teman sekelas di kelas IX. Yang gue inget adalah jadiannya 9 hari sama diputusin via message Facebook. Proses jadian dan apa yang udah dilakuin gue ga inget sama sekali. Masih di kelas IX, jadian sama cewek kelas sebelah. Awalnya gara-gara nomor cantik gue dikasihin temen buat…gue lupa. nah, di situ lah kisah asmara dirajut selama 2 minggu. Jadian via phone call dan jalan Cuma sekali. Jadi, pesan yang dapat diambil dari cerita gue adalah jangan lupa minum setelah makan. Kisah SMA? Lain waktu, ya   

O iya, gue kan tadi mau cerita. Jadi sebenrnya minggu depan itu UAS. Jadi doain gue yak

O iya, Path gue : Muhammad Alfi. Jangan lupa di tag, ya *Lho


  

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer