Kesalahan

                “Ini merupakan kisah dimana gue…gue … Gue siapa ya?” Itu merupakan cuplikan dari dialog sinetron yang gue tonton beberapa dekade yang lalu. Jangan tanya channel dan judulnya apa karena bakalan di sensor juga. “Maaf buk, maafff…” kalau ini merupakan kisah nyata yang di alami temen gue, sebut saja namanya Ola ( cowok ). Anggap aja gue sebagai orang ketiga yang serba sok tau.
               
                Jadi ceritanya begini. Di sekolah kami tepatnya di pustaka terpampang dengan indahnya nomor-nomor  dari kartu pustaka. Bukan buat penerimaan sembako atau semacamnya apa lagi Bantuan Langsung Tunai namun untuk mengembalikan buku. Kami di jadwalkan pada hari ke-6 bertepatan dengan satu hari setelah kami pulang dari liburan semester lalu ( ke Medan ). Pada hari H, Ola itu datang berdua dengan Ana ( cowok ). Dengan berposturkan tinggi, ganteng, putih dan senyum yang manis ( kalau gak salah gue baru tidur satu jam nulisnya ) dia berjalan menyusuri lorong dengan dada yang tegap. Lain halnya dengan Ana, berbadan besar, gendut dan gigi yang gak rata ( kalau gak salah gue nulisnya khilaf ) dia berjalan menyusuri lorong menemani Ola dengan indahnya ( baca : lelaki yang ke ibuan ).

Saat tangannya menunjuk nomor-nomor yang terpampang tadi senyum indahnya tiba-tiba berubah menjadi kusam seperti pasangan suami istri asal Jepang yang melahirkan keturunan Negro, karena dia melihat bahwa jadwal pengembalian bukunya adalah kemaren ( di hari sebelumnya ). Gak tau apa tangannya yang miring apa emang dianya yang … ( jangan tanya gue ). Kemudian dia segera memberikan buku dengan mendesak guru yang bertugas ( note 1 : kalau telat denda per buku Rp 500, note 2 : gurunya lagi sibuk, note 3 : dia nunjuk hari yang salah ). Guru yang gak tau nomornya berapa menjawab “kalau telat denda”.  Karena takut denda dia pun terus mendesak guru yang bertugas dengan nada yang lumayan tinggi seperti anak kecil yang gak dapat THR Rp 5000 dari tantenya. Guru yang kesal karena enggak dihargai murid pun hanya terdiam dengan lirikan yang tajam ( note : cara halus untuk minta dimengerti ), bukan lirik-lirik kayak jomblo ngeliat targetnya putus dengan pacar. Dia pun disuruh buat ngecek lagi kapan ngebalikin bukunya.

Bingo ! dia salah lagiii. Dia pun loncat-loncat ke guru untuk ngambil buku dia ( note : harus antri ) seperti orang yang di putusin pacar ( note lagi : dia jomblo ). Dengan beralasan jalan-jalan yang memiliki tanda tangan resmi dari wakil kepala sekolah dia pun menolak untuk denda. Guru pun tak terima dengan alasan itu karena guru ditugasin oleh wakil kepala sekolah kalau ada siswa yang telat harus bayar. Kemudian datang lah gue dengan… ( muji diri sendiri = ria, apa lagi ngejelek-jelekkin). Gue yang hanya berbeda nomor 2 angka dengan dia ngeliat jadwal pengembalian buku tadi, bingo ! Gue ngasih tau dia kalau dia itu salah. Dengan polosnya dia nepuk jidad lumayan kuat, mungkin bisa ngancurin tembok RRC ukuran minionnya.

“Ibuk maaf, maafff…” sambil manjat-manjat terali besi jendela ( note : pemisah antara si kaya dan si miskin, eh bukan antara dia dengan guru ). Gue rasa dia udah bilang kata-kata itu sekitar 5 menit. Guru yang udah sedih karena gak dihargain murid yang tinggi, ganteng, putih dan punya senyum manis ( ... ) hanya terdiam dan gak mau ngambil buku dia.


Sekian dulu cerita gue ( temen gue ). Amanat yang dapat di ambil adalah jangan tidur larut atau yang lebih dikenal dengan begadang. Ini gue minta izin saat sebutir permen hexos gue bagi dengan dia. Thanks          

Komentar

Postingan Populer